Kuntilanak Merah di Lab Perawat

0

 Awalnya aku gak pernah percaya kalau di sekolahku, SMKS Putra Bangsa, ada “penghuni lain”.

Ya gimana, setiap hari aku ke sekolah, belajar, bercanda, semua terasa biasa aja.
Sampai akhirnya… aku sendiri ngalamin kejadian yang bikin aku gak bisa tidur seminggu penuh.

Jadi, ceritanya gini.


Suatu hari aku lagi bantu guru buat beresin alat-alat praktik di lab perawat.
Lab-nya ada di ujung gedung belakang, agak terpisah dari kelas-kelas lain.
Tempatnya dingin, dan kalau sore suasananya tuh… kayak kosong tapi berisik.
Angin suka lewat lewat jendela, bikin gorden putih panjang di dekat pintu berayun pelan.



Sebelumnya aku udah pernah dengar cerita dari salah satu guru. Katanya, “di lab perawat itu ada penghuni perempuan — kuntilanak merah.” Aku cuma ketawa waktu itu. Sampai temen sekelasku yang katanya indigo, bilang hal yang sama.
Katanya dia pernah lihat sosok perempuan rambut panjang berdiri di dalam lab itu, pakai baju merah menyala, dan wajahnya gak jelas.
Cuma diam… ngadep ke pintu kaca transparan lab perawat.


Kata dia, “Dia gak ganggu, asal kita juga gak ganggu.”
Aku masih gak percaya. Tapi setelah sore itu… aku percaya.


Waktu itu sekitar jam setengah lima sore. Sekolah udah sepi, cuma tinggal aku dan dua teman yang lagi bantu nyapu. Mereka pamit duluan karena ada urusan, jadi aku sendirian di lab. Aku lagi beresin manekin perawat di pojokan. Lampu lab cuma satu yang nyala, sisanya redup karena saklar satunya rusak.

Pas aku mau keluar, tiba-tiba lampu kedip tiga kali.
Aku diem.


Angin dari jendela berhenti, tapi gorden putih itu masih berayun pelan. Aneh. 
Terus, aku ngerasa kayak ada yang ngelihat dari belakang. Kamu tahu kan, perasaan diintip tapi gak ada suara apa pun? Pelan-pelan aku nengok ke arah kaca pintu lab yang transparan itu. Dan di sana… aku lihat sesuatu.


Seorang perempuan berdiri di luar lab, tepat di balik pintu kaca. Rambutnya panjang banget sampai nutup wajah. Bajunya merah darah, lusuh, tapi warnanya mencolok di cahaya senja.
Tangannya terkulai, dan di lantai, bayangannya gak bergerak… cuma tubuhnya yang perlahan miring ke kanan, kayak mau jatuh.


Aku mundur satu langkah, jantungku mulai cepat. Kepalaku dingin, telapak tanganku basah. Tapi aku gak bisa berhenti ngelihat ke arah pintu. Karena sosok itu— berubah posisi.

Sekarang dia bukan di luar. Dia berdiri di dalam lab. Persis di depan meja tempat aku naruh manekin tadi. Aku gak sempat ngelihat dia masuk. Dia cuma tiba-tiba ada di situ.

Dan entah kenapa, mataku terpaku ke wajahnya. Dari sela rambutnya, aku lihat kulit wajah yang sobek di pipi, dan mata merah yang seperti terbakar. Suaranya lirih, hampir gak kedengeran, tapi aku dengar jelas:

“Jangan sentuh tempatku…”

Aku langsung lari keluar tanpa mikir. Pintu lab kubanting sampai suaranya bergema ke seluruh lorong. Aku gak berhenti lari sampai ke depan gerbang sekolah.


Besoknya, aku cerita ke guru yang dulu pernah bilang soal “penghuni” lab perawat itu.
Dia cuma ngangguk pelan dan bilang,

“Kamu gak apa-apa? Kalau kamu buka lemari di pojok lab, di situ dulu tempat perawat praktik meninggal waktu kebakaran. Bajunya… warna merah.”

Sejak hari itu, aku gak pernah berani lagi lewat depan lab perawat kalau sore. Apalagi kalau lampunya cuma satu yang nyala. Karena kadang, dari luar kaca transparan itu… masih sering kelihatan bayangan merah berdiri diam, ngadep ke arah pintu.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default