Ada satu fenomena sosial yang makin hari makin meriah: orang-orang yang gampang tersinggung. Tersinggung dikit. Tersinggung karena nada suara. Tersinggung karena pilihan kata. Bahkan tersinggung karena orang lain napasnya terlalu bahagia.
Padahal, kalau dipikir-pikir, yang tersinggung dia… tapi yang harus minta maaf orang lain. Absurd kan?
Sebenernya konsep tersinggung itu lucu. Kaya misalnya ada orang bilang ke kamu:
“Kamu tuh agak berisik ya.”
Kalau menurut kamu kamu nggak berisik, ya udah. Beda pendapat kan sah-sah saja. Ngapain tersinggung.
Kalau ternyata kamu emang berisik… ya udah juga. Itu berarti fakta. Tapi tetep… ngapain tersinggung. Tinggal diolah, mau terima atau nggak.
Intinya, tersinggung itu kontrolnya bukan di luar. Bukan di suara orang lain, bukan di ekspresi orang lain, bukan di kata-kata orang lain. Tapi di kepala kamu sendiri.
Kalau tiap kalimat orang dianggap serangan pribadi, wah… capek. Hidupmu bakal selalu berasa kayak sedang di hutan penuh predator.
Padahal kadang, yang ngomong itu cuma pengen ngobrol doang. Nggak ada niat menusuk harga diri, nggak ada niat ngegas.
Tapi karena dalem hati kamu udah siap perang, dikit-dikit langsung: “Maksud kamu apa?”
Tenang. Santai. Hembuskan napas dulu sebelum tersinggung duluan.
Kita juga harus tahu nih, ada bedanya antara dihina dan dikritik.
Kalau dihina, ya tentu itu nggak enak. Tapi kalau dikritik? Itu bahan upgrade.
Kaya HP. Kalau ada update software, ya ambil. Untuk apa? Biar performa makin mantap dong.
Nah, orang yang gampang tersinggung biasanya punya satu kesamaan: minder.
Bukan minder yang langsung keliatan. Tapi minder yang diem-diem gerogotin.
Jadi kalau ada kalimat yang kebetulan menyentuh area sensitif, langsung deh mental defense naik.
Padahal, kalau dia udah nyaman sama dirinya sendiri, mau orang ngomong apa pun juga nggak ngaruh.
Contoh kecil:
Kamu dibilangi pendek.
Kalau kamu damai dengan tinggimu, kamu akan jawab: “Iya.”
Selesai.
Tapi kalau kamu belum berdamai, bisa jadi kalimat itu diproses oleh otak kamu sebagai:
“Dia bilang aku nggak berharga.”
Padahal cuma beda beberapa sentimeter saja.
Jadi, kalau kamu lagi berada di fase dikit-dikit tersinggung… coba deh tanya ke diri sendiri:
“Apa yang sebenarnya aku takutin?”
“Kenapa kalimat ini begitu ngena padahal orang ngomongnya biasa saja?”
Karena kadang, masalahnya bukan di kata-katanya.
Masalahnya ada di kepala kita yang belum siap nerima kenyataan… atau belum selesai berdamai sama masa lalu kita sendiri.
Tapi ya gitu… namanya hidup juga proses.
Nggak semua orang langsung lihai.
Yang penting pelan-pelan: belajar lebih tenang, lebih santai, dan lebih yakin sama diri sendiri.
Supaya apa?
Supaya kamu bisa hidup lebih ringan, nggak capek ngeladenin rasa sakit hati yang bisa sebenarnya kamu ignore.
Dan yang terpenting:
Nggak semua hal itu harus kamu masukin ke hati.
Bahkan, beberapa hal harusnya cukup kamu liatin… terus dilewatin.
Biar hidupmu adem.